Subsidi Buku di Aceh: Belajar Dari Pengalaman Iran



                         gambar freepik.com


Oleh: Nurma Dewi

Menarik membaca sebuah resonasi "Sekelumit Catatan International Book Fair" yang ditulis oleh Novelis Asma Nadia di Republika 28 Mei 2024.

Apa yang menarik dari catatan Asma Nadia tat kala menghadiri Book Fair di Taheran? Selain mengungkapkan sisi kekecewaan sang Novelis atas keputusan Frankfurt Book Fair pada pertengahan Oktober 2023 pada Adania Shibli,  penulis buku berjudul 'Minor Detail', yang mengisahkan kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis badui Palestina oleh tentara Israel. Hal yang paling menarik dalam catatan tersebut adalah tentang kehadiran pemerintah Iran atas 'buku' dan 'ilmu'.

Pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakatnya untuk mendapatkan buku dengan harga yang terjangkau. Buku anak-anak di Taheran dijual dengan harga 8 hingga 16 ribu rupiah. Harga yang terjangkau ini berkat adanya subsidi dari pemerintah. Hal ini sangat berbeda dengan harga buku di Indonesia. Buku anak-anak yang berwarna-warni dijual sekitar 130 hingga 200 ribu rupiah.

Tentu saja, harga yang begitu tinggi sangat memberatkan, terutama bagi keluarga yang pendapatannya jauh dari mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Untuk membeli buku dengan harga seperti itu, pasti harus dipertimbangkan berkali-kali. Mungkin saja, harga yang mahal menjadi salah satu faktor rendahnya tingkat literasi di Indonesia, termasuk di Aceh. 

Di samping harga yang tinggi, stok buku di perpustakaan-perpustakaan sekolah, seperti di TK, SD/MI juga sangat terbatas. Terutama sekolah-sekolah di pedesaan. Padahal  perpustakaan sekolah di pedesaan menjadi satu-satunya tempat bagi anak-anak untuk menikmati dunia literasi.

Meskipun ada program perpustakaan desa, saya menemukan di beberapa desa, perpustakaan tersebut dibiarkan terbengkalai begitu saja. Bahkan, ada desa yang sama sekali tidak memiliki perpustakaan desa. Saya tidak hanya menemui potret seperti ini di beberapa desa, tetapi juga ketika saya berkunjung beberapa kali ke perpustakaan Ali Hasyimi yang berada di pusat pemerintahan Aceh, pustaka ini tutup. Padahal, perpustakaan Ali Hasyimi sangat penting dalam membahas keilmuan di Aceh.

Saat saya menghadiri beberapa pertemuan kecil yang membahas tentang 'buku' di Aceh, Prof Yusny Saby sering kali bertanya, 'siapa yang akan membaca buku kita ini?' Dapat jadi pertanyaan tersebut mencerminkan kekhawatiran akademis, mungkin juga mencerminkan situasi perpustakaan di Aceh, biaya cetak buku yang mahal, dan kurangnya dukungan pemerintah, seperti dijelaskan oleh Asma Nadia tentang subsidi buku di Iran.

Bahkan para ibu di Iran mengalokasikan sebagian uang belanja mereka untuk membeli buku bagi anak-anak mereka. Membeli buku di sana tidak akan mengurangi anggaran belanja dapur mereka. Ini karena harga bukunya yang terjangkau.

Mengapa Aceh?

Di sini, saya tidak membahas Aceh dalam aspek histori, kecuali sedikit saja sebagai bentuk "melawan lupa". Demikian pula, artikel ringkas ini juga tidak menarasikan aspek kekayaan alam yang dikandungnya. Tetapi, saya mencoba menyoroti Aceh dalam ranah 'Keistimewaannya' , yang seyogyanya mampu hadir dalam "Buku" dan "Ilmu".

Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, perkembangan buku-buku agama dan sastra sangat pesat, menunjukkan tingkat literasi yang tinggi dan kecintaan masyarakat Aceh terhadap ilmu pengetahuan. Adanya manuskrip kuno, perpustakaan tradisional, dan sekolah-sekolah agama yang tersebar di seluruh Aceh merupakan bukti nyata dari kehidupan intelektual yang dinamis dan berkelanjutan.

Aceh memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan Islam di wilayah Nusantara. Banyak intelektual yang memulai penelitian mereka dari Aceh, seperti al-Attas, Prof Ayumardi Azra, dan yang terbaru adalah Sher Banu. Ini menunjukkan betapa Aceh menjadi pintu gerbang bagi para intelektual Muslim dalam mengeksplorasi ilmu pengetahuan Islam. Hal ini dikarenakan ada jejak ilmu yang diwariskan melalui buku.

Ketika buku-buku dengan harga yang terjangkau hadir di Aceh, hal ini tentu menjadi salah satu alternatif penting dalam membangkitkan literasi generasi muda di Aceh. Harga yang murah membuat buku lebih mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat, sehingga tidak hanya mereka yang berada di kota tetapi juga anak-anak di pedesaan dapat menikmati manfaatnya. Akses yang luas terhadap buku ini menandakan kebangkitan ilmu di Aceh, sebuah fenomena yang sangat diharapkan dalam upaya memajukan pendidikan dan keilmuan di Aceh.

Sebagai daerah dengan otonomi khusus, Aceh memiliki kesempatan istimewa untuk mengalokasikan anggarannya ke berbagai sektor yang bermanfaat bagi penduduk, termasuk memberikan subsidi untuk buku.


Kerjasama antara lembaga-lembaga istimewa di Aceh

Keterpaduan lembaga istimewa di Aceh seperti Majelis Adat Aceh (MAA), Dinas Syariat Islam, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU), Wali Nanggroe, Majelis Pendidikan Daerah (MPD), serta sinergi dengan Baitul Mal dan Bank Aceh berperan penting dalam membangun literasi dan ilmu pengetahuan di provinsi ini. Setiap lembaga memiliki kontribusi unik yang, jika digabungkan, dapat menciptakan ekosistem pendidikan dan pengetahuan yang berkelanjutan.

Misal, Majelis Adat Aceh (MAA) memiliki peran penting dalam menjaga dan memajukan adat serta budaya Aceh. Dengan dukungan dari MAA, buku-buku yang mencatat tradisi dan adat istiadat Aceh dapat dibuat dan disebarluaskan, sehingga generasi muda dapat mempelajari dan menghargai warisan budaya mereka.

Dinas Syariat Islam memiliki peran penting dalam pengawasan syariat Islam dan mendukung penerbitan buku-buku keagamaan serta pendidikan Islam. Hal ini akan meningkatkan literatur keislaman di Aceh dan mendukung pendidikan agama yang bermutu.

MPU, sebagai lembaga agama, memiliki peran penting dalam memberikan arahan dan fatwa keagamaan. Salah satu cara mereka berkontribusi adalah dengan menulis dan menyebarkan buku-buku yang memberikan pemahaman yang mendalam tentang ajaran Islam dan hukum-hukumnya. Hal ini sangat berarti bagi generasi Aceh.

Wali Nanggroe sebagai simbol pemersatu dan penjaga nilai-nilai adat dan budaya Aceh, Wali Nanggroe memiliki peran penting dalam menginisiasi program-program literasi yang menggabungkan nilai-nilai lokal dengan ilmu pengetahuan modern. Salah satu program yang dapat dilakukan adalah meluncurkan perpustakaan keliling yang membawa buku-buku tentang sejarah dan kebudayaan Aceh ke berbagai daerah. Selain itu, penyelenggaraan festival literasi juga bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan buku-buku tersebut kepada masyarakat. Dengan demikian, program-program ini dapat membantu meningkatkan minat baca dan pemahaman masyarakat terhadap sejarah dan kebudayaan Aceh.

MPD di Aceh berfokus pada peningkatan mutu pendidikan. Mereka bekerja sama dengan penerbit lokal dan nasional untuk memastikan buku-buku pendidikan yang relevan dan berkualitas tersedia di sekolah, baik di kota maupun di pedesaan.

Baitul Mal, yang bertanggung jawab atas pengelolaan zakat, infaq, dan sedekah, memiliki kemampuan untuk membiayai program literasi dan pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Mereka dapat memberikan dukungan dalam bentuk distribusi buku gratis atau subsidi buku pelajaran kepada siswa-siswa dari keluarga yang tidak mampu.

Bank Aceh memiliki kemampuan untuk mendukung program literasi dan pendidikan melalui Corporate Social Responsibility (CSR). Mereka dapat memberikan sumbangan dana untuk membangun perpustakaan, mendukung program buku untuk anak-anak di Aceh. Misalnya program 5000 buku, atau program lain yang mendukung terwujudnya 'buku' dan 'ilmu' di Aceh.

Termasuk juga kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Aceh,  untuk mendukung literasi dan ilmu pengetahuan di Aceh.

Subsidi buku di Iran menawarkan pelajaran berharga tentang bagaimana dukungan pemerintah dapat memperkuat akses masyarakat terhadap literatur dan pengetahuan. Dengan kebijakan yang tepat, subsidi ini tidak hanya mampu menurunkan harga buku dan meningkatkan tingkat literasi, tetapi juga mendorong produksi dan distribusi karya sastra lokal.  Belajar dari pengalaman Iran, kiranya Aceh dapat menyesuaikan kebijakan subsidi buku sesuai dengan konteks lokal. 





Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url