Etika Politik Ratu Balqis Part 1

Di sebuah negeri yang subur, terletak di daratan yang luas dan hijau, tinggallah seorang seorang ratu yang sangat dihormati oleh rakyatnya, Ratu Balqis. Keelokan dirinya tidak hanya terpancar dari parasnya yang memesona, tetapi juga dari budi pekertinya yang penuh kedamaian dan kebijaksanaan.

Ratu Balqis, yang juga dikenal sebagai Ratu dari negeri Saba atau Sheba dalam tradisi Islam, Kristen, dan Yahudi, sering kali dianggap sebagai lambang kebijaksanaan, kecerdasan, dan keadilan. Meskipun tidak ada penjelasan yang jelas tentang etika politiknya dalam teks-teks keagamaan, terdapat banyak pelajaran yang dapat dipetik dari cerita tentangnya yang relevan dengan etika politik.

Setelah sang Ayah meninggal, Ratu Balqis naik tahta dan dengan tekad yang kuat, dia mewarisi tahta untuk menjaga kebailan rakyatnya. Dia memastikan bahwa setiap warga negaranya diperlakukan sama, tanpa memandang kelas sosial atau latar belakang.

Pada suatu hari, seorang pesuruh tiba membawa surat yang tersegel dengan lambang kerajaan yang tidak dikenal. Setelah surat dibuka, terungkaplah isi surat yang menyatakan keinginan Nabi Sulaiman untuk menjalin hubungan damai dan membangun kerjasama antara kerajaannya dengan kerajaan Ratu Balqis.

Ratu Balqis tidak segera membuat keputusan setelah menerima surat dari Nabi Sulaiman. Sebagai seorang pemimpin yang bijaksana, dia mengumpulkan oara penasehat yang terpercaya untuk berkonsultasi. Para penasehat berasal dari berbagau latar belakang dan memiliki pandangan yang beragam, namun semua dihormati atas keahlian dan pengalaman mereka.

Dalam suasana yang khidmat, Ratu Balqis dengan penuh perhatian mendengarkan setiap pendapat yang disampaikan oleh para penasihatnya. Beberapa menyarankan agar Ratu Balqis menolak tawaran tersebut demi alasana keamanan dan kepentingan kerajaan. Namun, yang lain menyarankan untuk menjalin hubungan baik dengan Nabi Sulaiman, mengingat potensi manfaat dari kerjasama tersebut.

Ratu Balqis tidak serta merta membuat keputusan, melainkan ia membutuhkan waktu untuk mempertimbangkan setiap pendapat yang telah didengarnya. Ia memperhitungkan segala aspek yang terkait dengan keamanan kerajaannya serta potensi manfaat dari kerjasama dengan Nabi Sulaiman.

Setelah mempeetimbangkan segala masukan dan mendengarkan saran dari penasihatnya, Ratu Balqis akhirnya mengambil keputusan yang bijaksana. Dia memilih untuk merespon surat Nabi Sulaiman dengan sikap terbuka dan damai, serta membangun kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua kerajaan.

Bermusyawarah dan Kebijaksanaan adalah dua hal yang penting dalam pengambilan keputusan yang bijaksana.

Prinsip-prinsip musyawarah atau konsultasi dan kebijaksanaan dalam kepemimpinan Ratu Balqis mungkin mencerminkan moralitas politiknya yang berlandaskan pada keadilan, kebijaksanaan, dan akuntabilitas. Dengan memberdayakan penasihat-penasihatnya dan mendengarkan pandangan yang beragam, ia menunjukkan komitmen terhadap partisipasi demokratis dan pengambilan keputusan yang inklusif. Pendekatan ini juga membantu mencegah pengambilan keputusan yang impulsif atau terlalu dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Dalam konteks politik modern, prinsip-prinsip musyawarah dan kebijaksanaan yang ditekankan oleh Ratu Balqis dapat dijadikan pedoman bagi pemimpin politik masa kini. Hal ini menegaskan pentingnya mendengarkan dan mempertimbangkan berbagai pendapat, serta membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat dan relevan. Dengan demikian, etika politik yang dipegang teguh oleh Ratu Balqis menekankan pada transparasi, akuntabilitas, dan pemikiran yang cermat dalam mengelola urusan negara.

Etika politik Ratu Balqis bukan hanya sekedar ide, melainkan menjadi dasar yang kokoh dalam menjaga kestabilan, kemakmuran, dan kedamaian bagi kerajaannya serta membangun hubungan yang harmonis dengan kerajaan lain.